Antara Rintik dan Detik
Antara Rintik dan Detik
4/12 09:39
“Tik . .
Tik . . Tik . .
Suara
rintik hujan dan detik waktu
Suara
mereka berdua beradu
Seirama
tapi tak pernah bersatu”
Aku tak
tahu . .
Harusnya
aku membela siapa ,
Hujan . .
atau waktu . . ?
Sore lalu, pukul lima lebih dua puluh satu. Aku
masih bersandar di pinggir kamar, rintik hujan tak gerimis meski suaranya
begitu gemuruh. Tik . . Tik. . Tik . . itu suara hujan rintik-rintik atau waktu
berdetik?. Terlebih rintik tetes air yang terdengar, tapi detik dalam jam dinding
sangat terlihat didepan kamar. Entah siapa yang berani menyindir, karna dari
tadi aku memang sudah tersingkir !.
Masih
aku dengan label ‘tak mau kalah!’. Aku langsung menuduh hujan yang salah. Karna
aku hanya diam dan duduk di pinggir kamar seperti ini karna terhalang rasa
dingin dari hujan. . “Duuuaaarrrggkkkk!!” Petir menyambar hebat!, ternyata ia
menyindirku untuk kembali mengingat, tentang aku yang pernah menghujat. “ahh
iyaa” kata puisiku pernah memohon pada hujan, ‘tuk basahi tanah API yang mulai
kekeringan, sejukkan keringat para pencari surga karna kepanasan, sekarang aku malah mengeluh karna kedinginan . . “Ahh
dasar insan!” sindir petir . .
Aku
pun tertunduk beku. Masih dengan Gudang Garam Surya, kopi panas, dan obrolan
dari teman-temanku. Kedua kakiku melengkung didepan dada, lalu kupeluk dengan
kedua tangan. Mungkin itu sedikit bisa buatku merasa nyaman.tapi aku masih
kedinginan dan tak bisa lagi salahkan hujan . . :(
Labelku
masih seperti dalam paragraf satu ditambah satu. Aku pun coba salahkan waktu.
Serasa terhina! Otak kiriku langsung mencari syaraf menuju pena. . “Bego!!,
waktu itu seperti batu! Mau kau apa-apain juga masih seperti itu!. Ia berhukum
mabni, dan tak punya i’rob dalam fi’il madhi! . .” Damn!! Aku tersadar, otak
kiriku memang benar. Teringat lagi, dulu aku pernah memarahi waktu. Meski tak mengena,
karna memang yang salah hanyalah pena. Lalu aku meminta maaf pada waktu, saat
itu. Dan akhirnya label tadi terancam dihilangkan, karna tak ada lagi objek
untuk disalahkan. Aku pun sadar diri, hingga aku hanya menyalahkan diriku
sendiri . . “:)”
Lita
tersenyum, tapi aku masih manyun :( . entah kenapa virus malas ini begitu
memberantas! Serasa diri hanya ingin bebas, dengan stampel malas berstiker
alasan tak terbatas!. “Sampai kapan? Kau akan bermalas-malasan dengan berbagai
alasan?”. Lita memulai obrolan . tapi tak kubalas, karna aku masih tertindas, dengan
pikiran- pikiran yang mulai menyatu dan berima keras!!.
Otak
ini pengen retak!, kepalaku terasa sangat keras dan panas. Mataku merah perih,
dan slalu butuh kapas. Hidung tersumbat lendir kental, dan terasa tiap hirupan
nafas. Lidahku sariawan, rasanya pedas. Tenggorokan ini serak, hingga semua
nada terdengar fals!. . Mungkin itu beberapa alasan yang bisa dijadikan stampel
yang pas ditempel di kaca depan. Tapi mungkin juga kaca itu akan langsung
dipecah, dan diganti kaca berstiker “You Still Can!!”. Aku pun tak memasang
label apapun. Karna dua opsi saling berlawanan. Antara anganan dan inginan.
Anganan karna ingin melakukan hal yang baik.dan Inginan karna nafsu yang
buruk!.
Akhirnya
aku hanya bengong. Karna label sudah kosong. Hujan masih terdengar
rintik-rintik, waktu masih berdetik. Tik.. Tik.. Tik.. aku malah masih bingung,
pelajaran apa yang harus kupetik. “Freak! Stupid!!.. Time is Important, and
Rain is not Reason!!”. Otak kiriku mulai marah. Mungkin kali ini aku yang harus
mengalah . . Ahh sudahlahh . . :D
“I’m not Lazy! , But I just
enjoy my Life!”
Love
and Lazy, da two word that make me crazy,
Maybe
coz I not again in my home honey, or not with my sweety.
But
now, I’m in EssalavyCountry.
“Burn
Love, Kill Lazy. And never fall again”