PESANTREN SUNGGUHAN
A Short Story Series
Sinopsis
Selama tiga tahun, Doni belajar di sebuah sekolah, yang sekaligus ada pesantrennya. Pesantren itu lebih disebut sebagai Asrama, bukan Pondok Pesantren. Karena lebih tepatnya, Asrama itu hanya dijadikan tempat tinggal anak yang rumahnya jauh dari sekolah, seperti halnya tempat kos. Namun, meskipun begitu, Doni tetap dianggap sebagai seorang ‘santri’.
Saat Doni pulang ke rumah, seperti saat liburan semester. Ia selalu bangga jika ditanya oleh saudara-saudaranya, teman-temannya, tetangganya, “kamu ngelanjutin dimana?”. Doni selalu mantap dengan menjawab, “aku mondok”, dengan mimik wajah yang dibuat serendah hati mungkin, untuk menunjukkan etika adab seorang santri. Tapi dalam hati, Doni selalu tertawa. Karena ia merasa telah membohongi mereka yang bertanya.
Pandangan orang tentang pesantren adalah sebuah “Penjara Suci”. Banyak anak yang menolak, saat disuruh orang tuanya untuk melanjutkan jenjang pendidikan di Pesantren. Karena mereka menganggap pesantren identik dengan peraturan yang ketat dan hal-hal yang dibatasi, seperti serasa berada didalam penjara.
Doni memang tinggal di Pesantren. Dalam Pesantren kecil itu juga ada peraturan dan batasan-batasan. Tapi peraturan itu tak seperti yang mereka bicarakan orang-orang. Buktinya, Doni bahkan bisa berkali-kali keluar Pesantren, dan tidak melulu terkekang didalam Pesantren. Hingga Doni pun tak sedikitpun merasa bahwa dirinya “dipenjara”.
Dan setelah tiga tahun Doni menyelesaikan sekolahnya. Doni disuruh oleh orang tuanya untuk tetap menjadi santri, di Pesantren yang lebih besar, lebih ketat peraturannya dan jauh berbeda dengan Pesantren yang pernah ia tinggali. Dan Doni pun menyadari, bahwa tempat itu adalah sebenar-benarnya penjara suci. Tempat itu adalah “Pesanten Sungguhan”.
Cerita Series ini menceritakan perjalanan Doni dalam mencari jati dirinya sebagai santri. Di sebuah Pesantren dengan sistem keamanan terketat di Pulau Jawa. Selama delapan tahun, Doni harus berjuang untuk menyelesaikan pendidikannya. Agar dia bisa benar-benar mendapat gelar ‘Santri’.
Nantikan ceritanya di FansPage kami
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2366498730229781&id=1804015543144772
Saat Doni pulang ke rumah, seperti saat liburan semester. Ia selalu bangga jika ditanya oleh saudara-saudaranya, teman-temannya, tetangganya, “kamu ngelanjutin dimana?”. Doni selalu mantap dengan menjawab, “aku mondok”, dengan mimik wajah yang dibuat serendah hati mungkin, untuk menunjukkan etika adab seorang santri. Tapi dalam hati, Doni selalu tertawa. Karena ia merasa telah membohongi mereka yang bertanya.
Pandangan orang tentang pesantren adalah sebuah “Penjara Suci”. Banyak anak yang menolak, saat disuruh orang tuanya untuk melanjutkan jenjang pendidikan di Pesantren. Karena mereka menganggap pesantren identik dengan peraturan yang ketat dan hal-hal yang dibatasi, seperti serasa berada didalam penjara.
Doni memang tinggal di Pesantren. Dalam Pesantren kecil itu juga ada peraturan dan batasan-batasan. Tapi peraturan itu tak seperti yang mereka bicarakan orang-orang. Buktinya, Doni bahkan bisa berkali-kali keluar Pesantren, dan tidak melulu terkekang didalam Pesantren. Hingga Doni pun tak sedikitpun merasa bahwa dirinya “dipenjara”.
Dan setelah tiga tahun Doni menyelesaikan sekolahnya. Doni disuruh oleh orang tuanya untuk tetap menjadi santri, di Pesantren yang lebih besar, lebih ketat peraturannya dan jauh berbeda dengan Pesantren yang pernah ia tinggali. Dan Doni pun menyadari, bahwa tempat itu adalah sebenar-benarnya penjara suci. Tempat itu adalah “Pesanten Sungguhan”.
Cerita Series ini menceritakan perjalanan Doni dalam mencari jati dirinya sebagai santri. Di sebuah Pesantren dengan sistem keamanan terketat di Pulau Jawa. Selama delapan tahun, Doni harus berjuang untuk menyelesaikan pendidikannya. Agar dia bisa benar-benar mendapat gelar ‘Santri’.
Nantikan ceritanya di FansPage kami
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2366498730229781&id=1804015543144772