11/07



00:12
 Penantianku selama ini kau balas. Saat aku harus diam dengan penyakitiku yang kau regas. Lalu kau suruh aku menunggu, membiarkanku menikmati sakit yang tak berujung imbalannya. Sampai detik ini semua belum menemui jelasnya, tapi rasa sakit terus menyiksa hati. Aku pun kau hipnotis untuk selalu luluh, saat kau melarangku untuk melangkahkan kaki menjauhi jalanmu. Dan kau penjarakan aku lagi, dengan dimanjakan paksaan untuk melengkungkan senyum.
Sementara itu, kau terus bersuka ria dengan duniamu. menikmati nostalgia masa lalumu. Melakukan apa yang pernah dahulu kau sakiti aku. Tanpa sedikitpun kau hiraukan aku. Dan terus menerus kau paksa aku untuk tetap menunggu. Karna kunci ruang ini sudah kau bawa keluar. Dan aku kau penjarakan didalam.
Beberapa menit yang lalu. Kau sedikit memberi waktu. Dalam selingan istirahat lelah setelah berfoya-foya dengan dunia nyatamu. Sedangkan aku, mungkin aku tak punya dunia lain selain denganmu. Dulu, saat aku tak bersamamu. Aku punya dunia baru. Mungkin tak lebih indah dengan duniamu. Karna duniaku hanya maya. Aku hanya menikmati kata-kata. Dan kini, kesakitanmu itu sudah kau regas, saat aku mendekatimu lagi. Sedangkan kau, masih tak bisa menghilangkan penyakitiku.
Selinganmu hanya berisi ribuan kata maaf. Yang kurasa itu hanya cemilan yang tiap hari kau berikan. Lalu kembali kau mengatakan, bahwa kau tak bisa berubah. Kau tak bisa merubah sifatmu yang dulu, yang terlalu menikmati dunia nyata. Dan kau juga tak mampu merubah rasamu, padaku. Lalu perbincangan itu terhenti karna kelelahanmu menikmati duniamu.
Sepuluh  menit kemudian. Kau terbangun. Mungkin mimpimu tak indah lagi. Dan kau kembali masuk dalam obrolan tadi. Tapi apa daya, semua mood uda berubah. Begitupun aku. Walaupun sudah ada tambahan lakon yang membantu perbincangan ini. Iya, dia yang menjadi sangga kuat mengapa aku tak pergi, dan mengapa kau tak melepasku. Dengan adanya dia, obrolan menjadi lebih jelas, walau belum menemukan intinya.
Dan kini, obrolan masih sebullshit ini. Kau terlalu lama memikirkan keputusan. Sedangkan lakon tadi hanya mampu menylimurkan keadaan. Agar kita masih biasa=biasa saja. Dan setelah hampir satu jam obrolan ini aktif, kau pun terlelap bersama kelelahanmu. Dan memutuskan, bahwa perbincangan ini tak berarti apa-apa!
Aku pun muak dengan semua perlakuanmu. Orang ketiga tadi terus meredam emosiku. Kita masih meneruskan perbincangan, walau tak sedikitpun kau hargai! Mungkin saat ini otakku mulai menyerah, walaupun hati tak pernah ingin kalah. Dan saat otak mulai marah, dengan segala kebimbangan yang melandamu. Aku pun memutuskan untuk menyudahi omong kosong ini!
01:22