Pilihan



My Choice
Pagi ini semua terasa sunyi. Hati ini terasa sedang merasa apa yang harus dirasa. Hingga syaraf dari otak mencari cara menuju tangan untuk menyampaikan kata yang ingin diubah menjadi kalimat berparagraf. Karna ternyata terlalu banyak kisah yang ingin ditulis.
Kisah itu kudapat dari beberapa tulisan dalam buku yang telah selesai  kubaca. Dari cerita fiksi atau nonfiksi yang dirangkai dalam adegan film. Dari lirik lagu yang menceritakan keyakinan cinta. Dari cerita nyata yang pahit, hingga berujung pada keberhasilan. Atau bahkan dari pikiranku sendiri, yang kurasa dalam hati ini indah untuk dirangkai dalam bait kata per kata menjadi sebuah cerita. Meski ceritaku belum menemukan akhirnya.
Semua terlihat indah bila sampai pada akhir yang bahagia, seperti kisah penulis bernama Asma Nadia yang menemukan pendamping hidupnya di kota Beijing. Atau cerita Raditya Dika yang memutuskan untuk move on dari mantan-mantannya karna merasa tempat yang dulu pernah dia singgahi sudah tak nyaman, dan lebih memilih fokus pada karirnya dalam menulis. Begitu juga perjuangan Merry Riana yang berhasil mewujudkan mimpinya, dan menyadari bahwa dia membutuhkan orang yang menyayanginya dalam menggapai masa depannya.
Semua kisah itu mengingatkan aku pada kalimat dalam paragraf ceritaku yang belum menemukan intinya. Yaitu kisah hidupku sendiri. Dan selalu. Saat otak memikirkan apa yang harus ditulis tentang diri ini, ia selalu membayangkan pada hal yang berhubungan dengan cinta. Aku pun tak mengerti, kenapa hanya perempuan yang selau kupikirkan. Karna berkali-kali Bondan Prakoso menyanyikan, “Hidup bukan sekedar, tentang patah hati”. Tapi tetap saja, kenangan itu selalu kuingat. Meski terasa sakit jika mengingatnya terlalu dalam.
Tapi mungkin kali ini rasa itu mulai berbeda, karna hati tak lagi patah hati. Ia telah menemukan cara untuk menyembuhkan sakit yang telah lama membutakan apa yang lebih indah disekitarnya. Tapi sayangnya, cara itu adalah kembali pada wanita yang ia cinta. Hingga rasa takut muncul dalam otak, karna mungkin ada sesal yang terasa setelah wanita itu memang telah kembali.
Aku tak tahu. Baik atau burukkah keputusan ini. Yang kutahu hanyalah rasa percaya dalam hati ini untuk kembali pada tempat yang dulu terasa nyaman disinggahi. Seperti lantunan lagu Tantri Kotak yang pernah ku dengar. Saat cinta hanya membutuhkan rasa percaya, meski semua yang ada disekitarnya dalam pihak yang berlawanan.
Tapi, inilah aku. Kisahku memang sangat berbeda dengan kisah Raditya Dika dalam novel Koala Kumal, atau cerita Asma Nadia dalam film Assalamu’alaikum Beijing, begitu pula dengan kisah perjuangan nyata Merry Riana dalam film Mimpi Sejuta Dolar. Karna aku memilih kembali. Dan bukan mencari apa yang lebih indah dari yang lain atau dari yang lebih baru. Meski, kata-kata dalam kisah mereka selalu membayangi pikiranku, untuk lebih peka dalam memilih jalan. Bahwa masa lalu memang seharusnya berlalu. Dan kita seharusnya lebih baik dari masa lalu yang pernah kita alami. Karna masa itu pasti memberi sebuah pelajaran, yang mengajari kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Mungkin itu yang ingin mereka sampaikan.
Tapi dalam kisahku dulu. Aku belum menemukan akhir yang seharusnya berakhir. Aku hanya merasa hubungan itu berhenti dalam  waktu yang sejenak. Dan aku merasa kisah ini akan indah bila sampai pada akhirnya. Karna saat kisah ini terhenti. Aku, bahkan dia, tak menemukan apa yang lebih baik dari masa lalu kita. Atas alasan itu,  hati ini percaya pada keputusan untuk menyatukan lagi kata aku dan dia, menjadi kata yang lebih indah. Ialah kata “kita”.
03:53

Rabu,  03 Juni 2015 02:28