Pulang
Pulang
“Akhirnya bisa pulang juga!” kata
Lita dengan wajah sumringah.
Sudah dua jam yang lalu dia
menungguku dirumah. Dengar kabar aku akan pulang, dia langsung bergegas menuju
rumahku. Bahkan dia sempat izin bolos dua mata kuliah, sama teman sekelasnya.
“Iya. Capek banget nih Ly,”
kataku. Sambil merebahkan punggung di sofa.
“Yaudah. Entar aku pijitin.
Kopernya aku taruh di kamar kamu ya,” kata Lita dengan face manja.
“Dia
uda kangen banget sama kamu Lan. Dari tadi cemas nungguin kamu tuh.” tenyata Ibu
nguping obrolanku dengan Lita dari tadi. Aku nyengir. Lita manyun, menatap
ibuku dengan muka melas.
Dia
sudah seperti bagian dari keluargaku. Rumahnya tak begitu jauh dengan rumahku,
meski beda kota. Selain sibuk dengan tugas kuliahnya, dia sering meluangkan
waktu berkunjung kerumah. Untuk sekedar bercengkrama dengan Ibu, atau belajar
masak dengannya. Tapi saat seperti ini adalah saat yang paling dia nantikan
dari beberapa kunjungannya. Saat aku pulang dari Pesantren. Dialah sahabat
terbaikku, Lita.
“Kamu
uda lama kesini? Emang ngga kuliah?” kataku menyambut Lita keluar dari kamar.
“Iya.
Udah lama. Udah sering juga kok kesini. Bukan cuman kalo ada kamu aja. Kuliahku
libur.” Lita nyengir. Aku tahu dia berbohong. Paling juga jaim, kalo bilang
kangen sama aku hihi.
“Hampir
tiap minggu dia mampir kesini. Ibu dijadiin guru memasaknya sekarang. Nih, roti
buatan Lita.” Ibu meletakkan piring berisi roti lonjong berwarna kuning
kecoklatan. Lita yang sedang duduk disebelahku, mengedipkan mata pada Ibu.
“Ohh.
Persiapan jadi istri yang baik nih?” ledekku.
“Lah.
Kapan nikahnya? Kok masih jomblo aja sih Ly? Haha.” Aku terbahak. Lita emosi.
Bibirnya langsung manyun. Dahinya mengkerut. Mungkin dia sedang merancang
kata-kata untuk membalas ejekanku.
(To be continued)