HUJAN

     
17/9  Disini . .
          dipuncak tertinggi negara api . .
Awan terlihat sangat menawan.
tanpa hujan, ia seolah seperti kapas yang terbang dengan sangat nyaman.
Kadang memang mendung,
tapi sang surya tak segan langsung membendung.
Hingga awan slalu tertindas,
dan yang ada hanya sinar mentari yang begitu panas!

Aku tak tahu . .
kenapa hujan tak mau melawan ?
“Aku tak takut!”
Petir menyambar, mewakili hujan yang mulai gempar.

 lalu hujan menjelaskan ...
          “Aku hanya tak tega, melihat mereka, Para Pencari Surga.
          menunggu aku reda sampai pukul setengah tiga.
          dan aku menjadi penghalang ilmu yang ingin mereka sangga.
          Aku hanya takut itu terjadi” ... kesedihan hujan mulai menjadi.
Aku pun terharu, awan tampak sayu,
Sang mentari mulai menurunkan suhu.
mereka larut dalam kesedihan hujan yang begitu pilu.

“Tapi kenapa ya, aku juga sering bingung”
tampaknya hujan ingin menyinggung.
“Aku bingung dengan mereka, manusia-manusia hina.
Yang membuatku merasa tak berguna.”

“Seperti misal saat panas mengikis,
mereka selalu minta aku turunkan air kedunia.
tapi setelah aku sudah menangis,
keluhan mereka selalu membuat ‘aku’ terbuang sia-sia.”

Maafkan kami, hujan.
kami memang begitu, sebagai insan.
karna bukan satu opsi, kami ditakdirkan.
melainkan beribu pilihan yang kami dapatkan.
jadi tak semua dari kami baik,
dan tak sedikit dari kami yang memang buruk.

Kali ini aku mohon ...
jatuhkan airmu pada tempat yang memang membutuhkan.
dan bendung dalam awan, jika gerimis pun tak dihiraukan.
Tapi, negara api memang sedang kekeringan. :(