Tiada Setia Yang Sesaat Part 6

PART 6

Di pagi harinya. Abdul semangat sekali bergegas berangkat kesekolah. Tak sedikit pun ada rasa kantuk seperti hari-hari sebelumnya, walaupun dia begadang terus sampai pagi. Itu semua karena orang yang selama ini dia sayangi sudah berbalik arah kepadanya. Abdul sekarang sudah siap berangkat ke sekolah. Laksana pangeran  yang siap untuk menemui cinderelanya, Maya.
Baru sampai di pertigaan Pesantren, dia kaget. Tak diduga bidadari yang  ditunggu-tunggunya telah menunggu di sebelah halte. Wajahnya yang berseri-seri membuatnya lebih bersinar di pagi hari yang cerah. Abdul hanya bisa memendangnya sambil melamun, namun di tengah lamunannya, Abdul di kagetkan oleh suara yang tak asing lagi didengarnya.
“Abdul!“
Abdul paham dengan suara itu. Ternyata suara itu diseberang jalan, tepatnya didekat halte. Maya memanggilnya sambil melambaikan tangannya. Dengan rasa senang dicampur rasa malu karena ketahuan memandang Maya mulu, Maya membuat Abdul semakin salah tingkah karena Maya mulai mendekatinya.
“Eh kamu... cant... eh... sayaa...eh.. em.. em.. em..Maya ,“ Abdul gugup karena Maya. Wajahnya terlihat grogi dan bego. Maya hanya tersenyum kecil, seakan meledek Abdul yang terlihat lugu dan kaku.
“Ka.. ka.. kamu... mau apa? Eh.... maksudku ng... ngapain disini?” Abdul masih tetap gugup.
“Ehhmm.. Nungguin kamu,” kalimat singkat Maya dan senyum manisnya, membuat Abdul semakin kelihatan konyol.
“A... aa...aku...be...be..beneran... eh...ya i..ni.. aku... hehe. Maaf, May.. grogi hehe,” Abdul nyengir, lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Hahaha gitu aja grogi, gimana nanti kalo nyatain cinta?” Maya tertawa lebar meledek Abdul, seakan-akan dia berhasil membuat Abdul salah tingkah didepannya.
“ Huuu.. kamu, May. Kerjaannya cuma ngerjain aku mulu,” Abdul mencoba membela diri. Karena sudah terlanjur malu dikerjain orang yang dia sayangi.
“Hahaha Abdul...Abdul..,” Maya masih menertawakan Abdul.
“Lagian kamu sih, May... Dipagi yang cerah gini kamu muncul didepanku dengan dandanan yang cantik gitu... Sumpah, May... Hari ini kamu kelihatan cantik banget... Emmm aku jadi curiga ni... Kamu kan baru aja putus sama Alex... Dah mau cari yang lain lagi ya...?” Abdul masih membela diri dengan mengalihkan pembicaraan.
“Jadi menurut kamu, di hari-hari sebelumnya aku nggak cantik gitu?” Maya ngga kehabisan akal, dia pun ngeles dan ngerjain Abdul.
“Em em nggak gitu juga sih... ka... kamu tetep c...can..cantik kok, May hehehe,” Abdul hanya nyengir kembali, terlihat grogi dan memalingkan pandangannya dari wajah Maya. Melihat Abdul yang mulai salah tingkah,Maya langsung menembakan peluru kerjaannya lagi.
“Em... Emang sih... Aku baru putus sama Alex. Menurutku itu pun tak berpengaruh padaku... Emm... Kamu ya, Dul. Hari ini aku emang sengaja dandan mati-matian buat kamu kok,” sedikit gombalan Maya , membuat Abdul semakin melayang tinggi.
Sumpah deh kali ini dia benar-benar lupa daratan. Dia hanya terdiam dan bengong sambil menatap Maya yang tetap tersenyum manis. Tak peduli rasa malu didepan Maya , malah dia menghayal yang enggak enggak.
“DOOORRR!!! Kena deh!!! Hahaha,” seketika Abdul di kejutkan dan sadar dari hayalannya. Sementara Maya malah tertawa lepas menertawakan Abdul yang telah terjebak oleh perangkapnya. Membuat Abdul jadi malu berat dikerjain oleh Maya.
“Haha itu namanya senjata makan tuan, makanya anak kecil yang imut jangan coba-coba gombalin kakak ya... hahaha,” Maya masih menertawakan Abdul.
“Ah kamu, May,” Sahut Abdul sambil membalikan badan dengan raut wajah sedikit kesal karena dikerjain.
“Cie cie...ada yang marah nieee?” Maya mencoba menghibur. Tapi Abdul tetap diam, tanpa memandang Maya. Maya pun merasa bersalah karena berlebihan mengerjainya. Maya mencoba melarutkan emosi Abdul.
“Iya iya maaf deh, masa’ gitu aja marah?” Sambil melangkah ke hadapan Abdul.
Maya mendekatkan wajahnya kedepan wajah Abdul. Dekat banget. Kira-kira tidak sampai satu jengkal. Maya memegang wajah Abdul, mencubit kecil pipinya dan melanjutkan pembicaraannya.
“Dengar ya adik kecil yang imut dan ganteng. Kakak cuma bercanda, Sayanggg... Jangan cemberut gitu dong, kan jadinya jelek, gitu aja marah gimana hari-hari berikutnya nanti, dah maafin kakak ya sayang...? pleassse,” Maya tersenyum manis.
Sedikit nasehat yang menyentuh dari Maya membuat Abdul sadar. Dia merasa bahwa usianya setengah tahun lebih muda dari Maya.
“Ya udah kali ini aku maafin, tapi jangan diulangi lagi ya,” Abdul masih berlagak sok pahlawan didepan Maya.
“Emmm Oke... Kalo nggak ada kesempatan lagi. hehe,” Maya nyengir ngerjain Abdul yang sok berlagak didepannya.
“Tu kan kamu aja nggak serius gitu,” Abdul kesal dikerjain lagi. Dia melepas cubitan kecil Maya dipipinya.
“Iya iya sayang, aku cuma bercanda,” Maya kembali mencubit pipi Abdul dengan keras dan tamPak seolah-olah gemas sama Abdul yang membuatnya semakin terlihat cantik.
“Aduh aduh sakit, May,” Abdul melepaskan diri dari cubitan Maya dan memandangi wajahnya.
Abdul merasa lebih dekat dan lebih akrab sama Maya. Memantapkan hatinya bahwa dia tak akan kehilangan Maya dan membuatnya lebih percaya diri, bahwa dia akan diterima jadi pacar baru Maya setelah kelulusan besok pagi.
“Eh udah ah bercandanya ntar kita telat lagi, berangkat yuk,”
Maya langsung membalikkan badan dan melangkahkan kakinya menuju sekolah. Abdul hanya bengong dan berjalan mengikutinya. Disepanjang jalan mereka berdua masih bergurau canda tawa. Mengeluarkan riang kegembiraan yang membuat mereka lebih akrab, melebihi orang yang berstatus sebagai pacar dan membuat mereka semakin merasa nyaman satu sama lain.
Tak sadar dengan keasikan mereka, waktu pun tak mereka pedulikan. Mereka tetap asyik bercanda, tertawa, dan saling ngerjain. Sampai tiba disekolahan, Abdul terkejut.
“Aduh! May, gerbang sudah ditutup.”
“Emangnya jam berapa sekarang!?,” Maya kaget juga.
“Ehm mampus! Sekarang udah pukul 07.30. Padahal pelajaran jam 1 dan 2 itu matematika sama Pak Andi, yang super galak dan nyebelin itu.”
Mereka pun langsung bergegas menuju ke gerbang yang telah tertutup 20 menit yang lalu. Mereka menemui Pak Gito, satpam di sekolah mereka, yang terkenal sangat disiplin. Abdul pun memulai aksi jitunya, yaitu merayu Pak Gito.
“Maaf Pak. tadi ada tugas piket dari Pesantren, jadi kami berangkat agak telat, belum terlalu lama kan Pak pelajaran dimulai,” dengan gaya sok akrab, Abdul merayu Pak Gito agar bisa memperbolehkan mereka masuk.
Maya hanya memandangi Abdul, tak tahu apa yang Abdul maksud. Abdul hanya memberi isyarat pada Maya dengan mengedipkan matanya supaya memperkuat alasannya.
“Iya Pak tadi banyak yang harus kami kerjakan di Pesantren, sekali kali nggak apa-apa ya Pak, lagian juga nggak tiap hari kan kami telat,” Maya turut membantu Abdul. Namun usaha mereka tetap sia-sia. Pak Gito pun tidak percaya dengan apa yang mereka katakan.
“Kecil-kecil sudah berani berbohong ya? sepertinya 5 tahun saya bekerja disini, belum pernah ada anak telat gara-gara tugas dari Pesantren,” dengan wajah nyengit dan cuek Pak Gito menolak alasan mereka.
“Beneran Pak, ini tugas dari Pesantren, kalo nggak percaya BaPak tanya saja ke Pesantren,” dengan nekad Abdul membela diri. Sementara Maya memandang Abdul dengan bingung.
“Beneran?” Pak Gito masih belum percaya.
“Iya Pak, bener. Sumpah Pak, kami nggak bohong” abdul mengangkat kedua jarinya dan senyum nyengir didepan Pak Gito. Yang membuat Maya semakin geli melihat tingkah abdul.
“Tugas ya? Maksud kalian tugas pacaran? Pacaran dengan mengerjakan tugas atau mengerjakan tugas sambil pacaran? Jadinya telat, gitu kan?” Pak Gito tambah marah dengan brengosnya yang semakin tebal. Membuat abdul tambah kesal.
“Bapak... Kami nggak pacaran... Tapi kami, lebih dari pacaran!” Abdul nyengir, menahan emosi. Sampai-sampai bicaranya ngelantur nggak karuan.
Maya hanya memandang Abdul, melongo, menahan tawa. Bingung harus ngapain.
“Jadi... Kalau kita lagi bareng, kita bisa lupa segalanya, iya kan, Say?” abdul berlagak sok serius.
“I.. Iya...” Maya menjawab sambil nyengir.
“Udah, udah. Intinya kalian telat kan? Entah apapun alesan kalian, yang penting kalian telat dan harus dihukum!” Pak Gito menjawab dengan nada yang menyebalkan.
“Yauda lah, terserah bapak!” abdul menjawab penuh kesal
“Nggak papa kan, May? Maaf ya.” Abdul merasa bersalah sama maya.
“He.em,” maya hanya mengangguk.
“Tuh kan ngakuu.” Tambah Pak Gito.
“Ihh!” Abdul tambah kesel.
“Sebagai hukumannya kalian berdua berdiri dan hormat dibawah tiang bendera selama 2 jam pelajaran.” Pak Gito tersenyum dan tetap dengan wajah nyengit.
“Apa?! 2 jam pelajaran itu lama banget, Paak!” dengan menahan rasa kesal, abdul menyentak, maya hanya bengong.
“Apa mau ditambah sampai istirahat?” Pak Gito malah memancing emosi abdul.
“Pakk. Kalau saya sih nggak masalah, sampai pulang sekolah juga saya sanggup! Tapi liat nih, teman saya perempuan Pak, kasian kan entar kalau dia pingsan gimana? Kalau dia sakit gimana? Kan saya juga yang repot.” Abdul ngotot meminta kemurahan.
Maya hanya bengong, melihat abdul yang serius lebih memikirkan dirinya daripada diriya sendiri. Maya mulai merasakan kepedulian lebih yang diberikan abdul.
“Yaa. Itu urusan kalian. Yang penting saya hanya menjalankan tugas.” Dengan ekspresi yang nyengit Pak Gito, sambil membenarkan ikat pinggang di perutnya yang gede. Abdul tambah kesel.
“Pak, tugas ya tugas. Tapi lihat posisi dong. Kasian temen saya. Gimana kalo temen saya masuk kelas, terus saya yang menanggung hukumannya?”
“Tetep nggak bisa!” kali ini Pak Gito yang ngotot.
“Please pak! Please...”
“Udah udah, Dul. Nanti malah tambah panjang deh urusannya.” Maya memotong pembicaraan.
“Tapi kan, may.”
“Udah, Dul. Kita kan sama-sama salah, jadi kita tanggung bareng, nggak papa kok,” kali ini maya memandang Abdul dengan serius, sambil memegang bahu kanan abdul dengan tangan kirinya.
“Yaudah gimana, Pak? 2 jam pelajaran kan?” dengan tenang maya bertanya. Pak Gito hanya mengangguk.
Pak Gito membuka gerbang dan mereka diperbolehkan masuk dan langsung menuju ke tiang bendera.
Selama berdiri dalam hukuman, mereka hanya bercanda dan ngobrol dengan asyiknya tanpa mempedulikan guru-guru yang lewat dan memandang mereka. Dan tak terasa, bel pelajaran ketiga berbunyi, yang berarti hukuman mereka sudah berakhir.
Dari kejauhan, dari dalam Pos Penjaga, Pak Gito berteriak, “Sudah! Kalian bebas! Dua jam tak terasa kan kalo dilewati berdua?!”
“Hahahaha,” Maya tertawa mendengar perkataan Pak Gito.
“Ngeselin juga ya tuh satpam,” Abdul nyengir sambil menahan kesal, “tapi emang bener juga sih dia. Hehe.” Abdul memandangi maya.
Maya hanya tersenyum, “yaudah yuk, kita langsung ke kelas.” Ajak maya.
Sampai di depan kelas, mereka lega. Karena guru belum datang di jam pelajaran ketiga. Mereka langsung masuk kelas.
“ Ajak maya.
Sampai di depan kelas, mereka lega. Karena guru belum datang di jam pelajaran ketiga. Mereka langsung masuk kelas.”
“Yeee... Yeee... Cuit cuit.. cuit..” sorakan teman-teman sekelas menyambut mereka.
Hukuman baru berakhir, mereka harus menerima lagi hukuman batin dari suara sorak-sorak teman sekelas yang heboh melihat mereka telat berdua, berdiri berdua, dan masuk berdua. Banyak ocehan-ocehan yang keluar dari mulut mereka, yang ngatain mereka pacaran, yang inilah, yang itulah. Sampai ada juga yang menyinggung Alex.
“Wihhh. Baru putus uda dapet yang baru,” seru salah satu teman di kelas.
Abdul hanya memandangi maya dengan penuh kasian dan merasa bersalah. Maya hanya diam dan melangkah menuju tempat duduknya, tanpa mempedulikan apa yang dikatakan orang lain.
Bel istirahat berbunyi, semua anak bergegas pergi ke kantin, hanya tersisa Abdul dan Maya. Abdul pun mendekati maya, ingin menawarkan minuman yang ia bawa. Abdul merasa nggak enak sama maya, takut dia marah.
“Eh, nggak ke kantin, may? Nih minum dulu, kamu pasti capek kan.”
“Nggak ah, males. Lagian capek juga kan baru berdiri 2 jam,” jawab maya sambil mengambil minuman yang abdul bawa.
“Iya, May. Capek juga. Maaf ya.” Abdul duduk disamping maya, lalu memgusap keringat yang ada dikeningnya. Tanpa seijin maya.
Maya hanya tersenyum,  “emm. Nggak papa kok, Dul.”
So sweet! Bermesraan, hanya berdua didalam kelas dan tak ada yang mengganggu mereka. Tapi ternyata tanpa disadari mereka, banyak yang sedang nggosipin mereka diluar kelas. Banyak yang bilang mereka jadian, pacar simpanannya maya, teman makan teman dan masih banyak lagi berbagai cibiran diluar kelas. Dan kabar itu juga menyebar sampai pada Alex.
Bel tanda masuk kelas berbunyi dan pelajaran berjalan seperti biasa. Dan setelah pelajaran berakhir, bel kembali berbunyi, tanda istirahat kedua telah tiba. Di istirahat kedua, Maya nongkrong sama teman-temannya di kantin. Dan disaat itu, Alex datang menemuinya.
“Maya?!” suara kesal Alex memanggil maya.
“Alex? Ada apa lagi sih?” Maya juga langsung kesel melihat Alex.
“Gue denger lo jadian sama abdul, temen gue sendiri. Bener ha?” alex langsung bertanya dengan ngotot.
“Kalo iya, kenapa? Kalo enggak, kenapa?” dengan santai maya menjawab.
“Cewek macam apa sih lo? Kemaren baru putus sama gue, sekarang uda jadian sama temen gue sendiri!” alex semakin emosi.
“Lo kok ngotot gitu sih? Ini masalah hidup gue, terserah gue mau sama siapa, itu bukan urusan lo!” maya ikutan emosi, “gue cuman nyari kebahagian, yang nggak sekedar status pacaran tapi isinya masalah mulu! Inget ya, lo sendiri yang bilang udah nggak mau kenal sama gue dan nggak mau liat muka gue lagi. Sekarang, kenapa lo kesini? Gue uda males liat muka lo!”
Emosi maya memuncak. Dia kesal dan langsung meluapkan apa yang sedang ia rasakan. Dan setelah pertengkaran itu, maya langsung pergi meninggalkan alex dan teman-temannya. Alex sempat memanggilnya, tapi maya udah nggak peduli.
Amarah mengisi hati dan otak maya. Dia pun mencoba menghibur diri dengan mengajak abdul ketemuan sepulang sekolah. Dan setelah bel berbunyi, abdul bergegas pergi menuju tempat dimana maya mengajak ketemuan. Ditempat dimana mereka biasa menghabiskan waktu, bercanda tawa, sampai mencurahkan perasaan mereka. Tepatnya di taman dekat sekolahan.
Sampai di taman, ternyata maya sudah duduk disebuah kursi, dengan wajah yang gelisah. Abdul melihat raut wajah itu dari kejauhan, lalu dia menghampirinya.
“Eh, uda sampai duluan ya, may?” tanya abdul.
“Iya, Dul. Nih minum dulu.” Dengan wajah cemberut maya menawarkan minuman kepada abdul. Dan abdul meraihnya.
“Ehh. Makasih, may. Tapi gue nggak haus lagi kayak kemaren itu lho. Hehe,”
“Hahahaa.. iya iya, Dul.” Wajah cemberut maya seketika disulap oleh kehadiran abdul, “sini duduk, Dul.” Maya menggeser posisi duduknya.
“Ehmm. Tadi kok cemberut, kenapa?” abdul masih resah dengan wajah gelisah maya tadi.
“Ha? Cemberut? Nih lagi senyum, abduuul!” maya mencoba memberikan senyuman untuk abdul.
“Iyaa. Tapi tadi, sebelum aku kesini, aku liat kamu cemberut gitu.”
“Ehmm... nggak papa. Lagi suntuk aja.”
Maya lalu terdiam.
“May, aku minta maaf ya sama kamu.”
“Maaf? Maaf kenapa?” maya tak tahu dengan maksud abdul.
“Sepertinya, semenjak kamu deket sama aku, kamu jadi banyak masalah deh.” Abdul langsung memperjelas.
“Masalah? Masalah apa?” maya benar-benar nggak tahu maksud abdul.
“Ya... Masalah aja. Padahal baru sehari bareng sama aku. Kayaknya kita memang tidak ditakdirkan untuk bersama.” Abdul tertunduk.
“Masalah? Takdir? Aku bener-bener nggak tahu deh apa maksud kamu.” Dengan ekspresi curiga, maya mendekatkan wajahnya ke abdul.
“Coba kamu bayangin aja. Dari pagi kamu bareng sama aku, kamu jadi telat berangkat sekolah, urusan sama Pak Gito, terus dihukum. Belum lagi sampai kelas kamu diejekin teman sekelas, digosipin ini itu sama teman-teman. Itu semua gara-gara aku kan?” abdul berterus terang.
“Ohh. Ituu,” maya tersenyum. Seolah baru tahu apa yang dimaksud abdul.
“Abdul, kamu nggak usah merasa bersalah gitu deh. Dari pagi aku juga merhatiin kamu kayaknya kamu merasa bersalah banget gitu sama aku,” maya meminum Ice Tea digenggamannya, lalu kembali berbicara.
“Kalau kejadian sehari ini, aku nggak jadiin itu semua masalah kok. Lagian aku ngrasa asyik aja, kalo nglakuin itu semua sama kamu.” Maya tersenyum, abdul salah tingkah.
“Kalau masalah gosip-gosip, ocehan orang, trus alex. Aku uda nggak peduliin mereka kok. Yang kubutuhkan hanya kebahagiaan, hidup nyaman dan tenang. Biarin aja mereka mau bilang apa, itu semua bukan urusanku.”
Abdul hanya terdiam. Menatap wajah maya yang selalu tersenyum.
“Nah, Dul. Alasan aku ngajak kamu kesini tuh sebenernya itu, aku nggak pengen kamu mikirin itu semua. Aku cuman pengen seneng-seneng sama kamu. Berdua... Bercanda... Bahagia...” senyuman maya semakin mengembang.
Abdul tak mampu lagi berkata. Ia hanya tersenyum tanpa kata yang terucap.
“Aku... Udah lama lho, memimpikan moment seperti ini sama kamu, bahkan sebelum aku jadian sama Alex.” Wajah maya kini dipenuhi dengan senyuman malu.
Abdul tersentak, melongo. Dan masih tak sanggup berkata. Lidahnya seperti berada dalam suhu nol derajat, beku. Berkali-kali ia mau berkata, tapi hanya kata gugup yang keluar dari mulutnya.
Abdul berangan, harapannya selama ini tak sia-sia. Karena ternyata, maya juga menyimpan perasaan yang sama. Ia ternyata juga udah lama memimpikan kebersamaan ini. Pernyataan itu yang membuat abdul tak mampu berkata. Hatinya seakan meledak dengan apa yang maya katakan.
Dan sampai sore hari, mereka hanya menghabiskan waktu mereka di taman dekat sekolahan itu. Dan ketika matahari yang hampir tenggelam mengingatkan mereka, mereka beranjak pulang menuju ke Pesantren dengan berjalan kaki.
Sesampainya di pertigaan Pesantren. Di jalan yang memisahkan Pesantren Putra dan Pesantren Putri, sebelum berpisah, abdul berkata,
“May, aku tidak akan pernah melupakan moment-moment indah bersamamu seperti ini.” Abdul berkata sambil memegang tangan maya.
Maya menjawab, “aku juga ingin mengulangi moment-moment indah seperti ini, bersamamu.”